Semakin hebatnya jumlah kasus penyalahgunaan berbagai macam narkoba, negara tak bisa permisif dengan kenyataan tersebut. Pemerintah wajib memiliki mekanisme pencegahan yang terpadu dan terintegrasi utamanya dalam melakukan rehabilitasi bagi pecandu yang merupakan bagian dari tujuan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 mengenai Narkotika.
Pasal 54-59 Undang-Undang Narkotika menyebutkan jika pengguna narkoba dan korban penyalahgunaan harus dilakukan rehabilitasi. Kemudian pada Pasal 103 UU Narkotika juga menyerahkan kewenangan kepada hakim untuk memerintahkan pengguna dan korban penyalahguna narkoba sebagai terdakwa mengikuti rehabilitasi lewat putusannya bila terbukti bersalah menggunakan narkoba. Kewenangan hakim dalam memerintahkan pengguna dan korban penyalahguna narkoba mengikuti rehabilitasi tersebut memang sifatnya fakultatif atau tidak wajib.
Dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2010 dijelaskan bahwa yang bisa diberikan putusan rehabilitasi ialah terdakwa yang tertangkap tangan penyidik Polri dan BNN. Kemudian ketika tertangkap tangan diperoleh barang bukti penggunaan 1 hari serta ada surat keterangan uji laboratorium yang menyatakan terdakwa positif mengkonsumsi narkoba sesuai permintaan penyidik. Syarat lainnya yaitu ada surat keterangan yang dikeluarkan psikiater pemerintah yang ditentukan hakim. Dan syarat yang terakhir yaitu terdakwa tak terbukti terlibat sindikat peredaran gelap narkoba.
Sementara ketentuan terdakwa atau anak yang bisa dilakukan rehabilitasi medis atau sosial yaitu yang positif memakai narkoba sesuai hasil laboratorium. Lalu memiliki rekomendasi yang dikeluarkan Tim Asesmen Terpadu, tak terlibat dalam peredaran baik itu menjadi bandar, pengedar, pengantar atau pembuat. Pun tidak menjadi residivis kasus narkoba kemudian ketika ditangkap atau tertangkap tangan tak ditemukan barang bukti atau ditemukan barang bukti namun tak lebih dari jumlah yang telah ditetapkan.
Rehab narkoba bagi para pecandu mesti dilaksanakan secara berkesinambungan. Pengguna narkoba harus mengikuti tahapan rehabilitasi medis, sosial serta pembekalan keterampilan sesuai minat dan bakatnya. Tahapan rehabilitasi dikelompokkan tiga meliputi rehabilitasi medis (detoksifikasi), rehabilitasi non-medis (primer) dan tahap bina lanjut.
- Tahap Detoksifikasi : dokter memeriksa fisik dan kejiwaan pecandu tak terkecuali skrining penyakit HIV/AIDS. Dokter pun akan menentukan pasien butuh obat-obatan khusus supaya tak menderita sakau sesuai jenis narkotika yang dikonsumsi serta tingkat keparahannya. Prosedur detoksifikasi yang umum dilgunakan diantaranya :
- Cold turkey : ialah mengurung pengguna ketika sakau dengan tidak menyediakan obat-obatan lain. Teknik ini dijalankan selama 2 minggu.
- Terapi substitusi : ialah treatment khusus untuk pengguna opioid atau heroin. Heroin biasanya disubstitusi dengan jenis obat codein, metadhone, naltrekson atau morfin.
- Terapi simptomatik, ialah menyediakan jenis obat sesuai gejala yang dialami.
- Rehabilitasi Primer. Untuk tahapan rehabilitasi ini, berbagai program diterapkan seperti :
- Therapeutic communities : memfasilitasi korban mengenal diri dalam hal emosi, manajemen perilaku, intelektual dan spiritual, pendidikan, dan keterampilan.
- Criminon : dimaksudkan untuk memberikan pembinaan agar pecandu tak lagi terjerumus di tempat yang sama.
- Bina spiritual : memulihkan moral dan agama agar menjadi pribadi yang makin baik.
Pengguna narkoba yang mengikuti rehabilitasi ini dapat juga dilatih melakukan meditasi dengan tujuan memiliki kemampuan menenangkan pikiran sekaligus menahan diri dari tergoda menggunakan narkoba lagi. Pada tahapan rehabilitasi ini, pengguna narkoba akan lebih banyak melatih kemampuan sugesti positif. Karena, narkotika tak akan berdampak positif sedikitpun dalam jangka panjang. Kecuali itu, pengguna pun disampaikan sugesti jika narkotika akan membuat mereka nampak aneh sekaligus kehilangan karakter diri sendiri.
- Bina Lanjut. Peserta rehabilitasi akan ditawarkan program yang pas dengan bakat dan minat masing-masing. Pada fase ini peserta diharapkan dapat kembali beraktifitas dan produktif di masyarakat setelah selesai menjalani rehabilitasi.